Struktur Histamin
( a-imidazoliletilamin atau 1-H-imidazol-4-etanamin)
Histamin atau β-imidazoletilamin merupakan senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, disintesis dari L-histidin oleh enzim histidin dekarboksilase. Enzim histidin dekarboksilase merupakan suatu enzim yang banyak terdapat di sel-sel parietal mukosa lambung, sel mast, basofil dan susunan saraf pusat. Histamin berperan pada berbagai proses fisiologis penting seperti regulasi system kardiovaskular, otot halus, kelenjar eksokrin, system imun dan fungsi system saraf pusat. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-protein dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi, bila ada rangsangan senyawa alergen.
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamine dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor H1, H2 dan H3. Efek antihistamin bukanlah suatu reaksi antigen-antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara kompetitif (bersaing) interaksi histamin dengan reseptor histaminergik.
Tersebar di alam,
terdapat di ergot dan tanaman lain, serta disemua organ dan jaringan
tubuh manusia. Histamin
bersifat basa, gugus amino rantai samping memp. pKa = 9,70 dan gugus imidazol
amin memp.pKa = 5,90. Pada pH tubuh senyawa ini berada sebagai kation
bervalensi tunggal Dalam tubuh histamin berasal dari hasil dekarboksilasi
histidin dari alam.
Reaksinya dikatalisir oleh
histidin dekarboksilase
Histamin mempunyai sifat:
merangsang sekresi asam lambung, menaikkan laju
jantung,
menghambat kontraksi uterus
tikus,
stimulasi sel parietal pada
perut, sehingga sekresi
HCl meningkat, pengerutan
otot polos saluran cerna yang menyebabkan sakit epigastrik, mual muntah dan diare,
dilatasi arteriol pra dan
pasca kapiler sehingga terjadi peningkatan permeabilitas
Efek samping Antihistamin:
1. Efek Sedasi (generasi pertama) à bahaya mengendarai kendaraan bermotor atau
menjalankan mesin
2. Efek muskarinik à mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin,
konstipasi
Berdasar strukturnya antihistamin digolongkan menjadi:
A. Eter amino alkil (etanolamin eter)
B. Etilen diamin
C. Turunan Propilamin
D. Antihistamin
cincin trisiklik
A. Eter amino alkil ( Etanolamin eter)
1. Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatic akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
2. Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan menghilangkan efek antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas antikolinergik
3. Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok kolinergik.
B. Etilendiamin.
Etilendiamin mempunyai efek samping penekanan CNS dan gastro
intestinal. Antihistamin tipe piperazin, imidazolin dan fenotiazin mengandung
bagian etilendiamin. Pada kebanyakan molekul obat adanya nitrogen kelihatannya merupakan kondisi yang
diperlukan untuk pembentukan garam yang stabil dengan asam mineral.
Gugus amino alifatik dalam etilen diamin cukup basis
untuk pembentukan garam, akan tetapi atom N yang diikat pada cincin aromatik
sangat kurang basis. Elektron bebas pada nitrogen aril di delokalisasi oleh
cincin aromatik.
Struktur resonansi yang menunjukkan delokalisasi
elektron adalah sbb:
Adanya penurunan kerapatan elektron pada N, menjadi
kurang basis dan protonasi pada posisi ini berlangsung lambat.
Beberapa
contoh antihistamin turunan etilediamin
Fenbenzamin merupakan salah satu anti histamin kuat
yang ditemukan oleh Halpern (1942), dan merupakan model untuk deret senyawa
yang mempunyai struktur umum. Sintesis dan evaluasi hayati senyawa dengan struktur Ini
menghasilkan banyak anti histamin yang dipakai dalam klinik.
1.Tripelenamin sitrat USP, Pyribenzamin citrate; PPZ;
2-benzil [{2-(dimetil-amino)-etil}amino] piridin dihidrogen sitrat (1:1)
Merupakan turunan fenbenzamin dengan satu penggantian
isosterik sederhana, yaitu gugus fenil diganti dengan gugus piridil.
Penggaraman dengan asam
sitrat, karena garam sitrat kurang pahit dibanding garam HCl, sehingga rasanya
lebih enak. Karena berbeda bobot molekulnya dosis kedua garam harus
disetarakan: 30 mg garam sitrat setara dengan 20 mg garam hidrokloridanya.
2. Tripelenamin Hidroklorida
Garam tripelenamin HCl merupakan serbuk kristal putih
dan akan berubah menjadi gelap dengan adanya cahaya. Garam yang larut dalam air
(1: 0,77) dan dalam alkohol (1:6). Mempunyai pKa sekitar 9 , pada larutan 0,1 %
merupakan pH 5,5.Jika diberikan per oral, absorbsinya baik dan efektifitasnya
sama dengan difenhidramin dan reaksi sampingnya lebih sedikit dan lebih ringan.
Menyebabkan kantuk dan harus
dihindarkan pemakaian dengan minuman beralkohol.
3. Pirilamin Maleat USP ; 2-[(2-dimetilaminoetil-9
p-metoksibenzil) amino] piridil bimaleat
Basa bebas berbentuk seperti minyak, tersedia sebagai
garam asam maleat., yang berupa serbuk kristal putih dengan sedikit bau, berasa
pahit dan asin. Merupakan antihistamin yang kurang poten, tetapi poten dalam
meng-antagonis kontraksi terinduksi histamin pada ileum marmot. Karena
mempunyai daya anestetika lokal, tidak boleh dikunyak harus bersama makanan.
4. Metapirilen HCL USP ; Histadyl HCL; 2-[(dimetilamino- etil) (2-
tienil)-amino piridin monohidroklorida
Berupa serbuk
kristalin putih, rasa pahit, larut dalam air, alkohol
dan kloroform, larutannya mempunyai pH 5,5.
Cincin tiofen dianggap
isosterik dengan cincin benzena dan isoster ini memperlihatkan aktivitas yang
sama. Konformasi trans-metapirilen lebih disukai untuk dua atom nitrogen etilen diamina. FDA pada tahun
1979 menarik produk yang mengandung metapirilen karena menyebabkan kanker.
5. Tonzilamin HCL;
2-[ Z(2-dimetilaminoetil) (p-metoksi- benzil) amino]
pirimidin hidroklorida
Berupa serbuk kristalin, larut dalam air , alkohol
dan kloroform. Larutannya 2% dalam air
mempunyai pH 5,5. Aktivitasnya sama dengan tripelenamin tetapi kurang toksis. Dosis lazim : 50 mg,
4 kali sehari
C. Turunan Propilamin
Anggota kelompok yang jenuh disebut sebagai feniramin
yang merupakan molekul khiral. Turunan
tersubstitusi halogen dapat diputuskan dengan kristalisaasi dari garam yang
dibentuk dengan d-asam tartrat. Antihistamin golongan ini merupakan antagonis H1
yang paling aktif. Mereka tidak cenderung membuat kantuk, tetapi beberapa
pasien mengalami efek ini. Pada
anggota yang tidak jenuh, sistem ikatan rangkap dua aromatik yang koplanar Ar
– C = CH-CH2 - N faktor
penting untuk aktivitas antihistamin. Gugus pirolidin adalah rantai samping
amin tersier pada senyawa yang lebih aktif.
Pada anggota alkena (tidak jenuh), aktivitas
antihistamin konfigurasi E berbeda sangat menyolok dibandingkan dengan konfigurasi Z, sebagai contoh: E-Pirobutamin
sekitar 165 kali lebih poten dari pada Z-Pirobutamin; E-Triprolidin aktivitasnya sekitar 1000 kali lebih poten dibandingkan dengan
Z-triprolidin. Perbedaan ini dikarenakan
jarak antara amina alifatik tersier dengan salah satu cincin aromatik sekitar
5-6 Ao, yang jarak tersebut diperlukan dalam ikatan sisi
reseptor.
Beberapa turunan propilamin antara lain :
1.Feniramin maleat; Avil ; Trimeton; Inhiston maleat
Berupa garam yang berwarna putih dengan sedikit bau
seperti amin yang larut dalam air, dan alkohol.
Feniramin maleat merupakan
anggota seri yang paling kecil potensinya dan dipasarkan sebagai rasemat . Dosis
lazim : 20 – 40 mg, sehari 3 kali
2. Klorfeniramin maleat ; Chlortrimeton maleat; CTM ; Pehachlor
Berupa puder kristalin putih, larut dalam air, alkohol
dan kloroform. Mempunyai pKa 9,2 dan larutannya dalam air memounyai pH 4-5. Klorinasi
ferinamin pada posisi para dari cincin fenil memberikan kenaikan potensi 10 x
dengan perubahan toksisitas tidak begitu besar.
Hampir semua aktivitas
antihistamin terletak pada enantiomorf dektro. Dektro-klor dan brom feniramin
lebih kuat daripada levonya.
3. Dekstroklorfeniramin maleat = Polaramine maleat
merupakan enantiomer klorfeniramin yang memutar kekanan.
Isomer ini aktivitas anti histaminnya palingdominan dan mempunyai konfigurasi S
yang super imposable pada konfigurasi S enantiomorf karbinok-samin levorotatori
yang lebih aktif.
4.Bromfeniramin maleat = Dometane maleat
Kegunaan sama
dengan klorfeniramin maleat senyawa ini mempunyai waktu kerja yang
panjang dan efektif dalam
dosis 50 x lebih kecil daripada dosis tripelenamin.
5. Dekstrobromfeniramin maleat = Disomer
Aktivitasnya didominasi oleh isomer dekstro, dan
potensinya sebanding.
MARI BERDISKUSI :
1. Apa saja efek samping antagonis histamin H-1 ?
MARI BERDISKUSI :
1. Apa saja efek samping antagonis histamin H-1 ?
2. bagaimana mekanisme dari gol. propilamin dan etilendiamin?
3. efek samping apa yang timbul pada golongan propilamin?
4. Bagaimana mekanisme kerja umum antihistami?
5. mengapa histamin dapat merangsang sekresi asam lambung?
6. mengapa histamin dapat menaikkan laju jantung?
3. efek samping apa yang timbul pada golongan propilamin?
4. Bagaimana mekanisme kerja umum antihistami?
5. mengapa histamin dapat merangsang sekresi asam lambung?
6. mengapa histamin dapat menaikkan laju jantung?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusmenurut pendapat saya efek samping ah 1 yaitu yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.
BalasHapushai tari saya setuju dengan yang kamu jabarkan tentang efek samping dari AH1, AH1 yang dapat di berikan sewaktu makan itu contohnya apa?
Hapusterima kasih atas jawabannya,selain mengetahui efek samping yang terjadi sekaligus saya mendapatkan infoermasi cara mengatasi efek sampingnya. yaitu efek sampingnya bisa berkurang jika diberikan sewaktu makan, berarti apakah ini memang dianjurkan untuk swaktu makan ya kak? kalo bisa mohon dipaparkan kak
BalasHapusMenurut saya jika kita minum obat rata-rata sesudah dan sebelum makan, na jika kita memberikan obat bersamaan dengan makan dikhawatirkan obat tersebut bereaksi dengan zat dari makanan tersebut
BalasHapus4. Menurut sumber yang saya baca
BalasHapusMekanisme kerja umum antihistamjn
dapat menimbulkan efek bika berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, dan H3. Interaksi histamin dengan reseptor H1 menyebabkan interaksi oto polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskular dan meningkatkan sekresi usus, yang dihubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel. Interaksi dengan reseptor H1 juga menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga permeable terhadap cairan dan plasma protein yang menyebabkan sembab, pruritik, dermatitis dan urtikaria. Efek ini di blok oleh antagonis-1. Interaksi histamin dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung di sebabkan penurunan cGMP dalam sel dan peningkatan cAMP. Peningkatan sekresi asam lambung dapat menyebabkan tukak lambung. Efek ini di blok oleh antagonis H2. Reseptor H3 adalah resptor histamin yabg baru di ketemukan pada tahun 1987 oleh arrange dan kawan-kawan, terletak pada ujung syaraf aringan otak dan jaringan perifer yang mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi lain dan peradangan. Efek ini di blok antagonis H3.
saya mencoba menjawab pertanyaan no 1
BalasHapusmenurut pendapat saya efek samping antagonis histamin H-1 yaitu ialah :
1.nafsu makan berkurang
2.mual
3.muntah
4.keluhan pada epigastrium
5.konstipasi atau diare
efek samping ini akan berkurang bila H1 diberikan sewaktu makan.
saya setuju, efek - efek tersebut merupakan efek dari mengkonsumsi antagonis histamin h-1 sebelum makan, ada baiknya mengkonsumsi antihistamin saat keadaan lambung tidak kosong
Hapushai maliza, saya kan coba juga untuk menjawab bagaimana mekanisme kerja antihistamin secara umum, dimana mekanisme kejanya yaitu melakukan kompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor histamin, sehingga dengan demikian akhirnya antihistamin yang dapat berikatan dengan reseptor dan mengakibatkan histamin tidak punya peluang untuk berikatan lagi dan akhirnya tidak menimbulkan reaksi alergi.
BalasHapushai maliza disini sya ingin menjawab pertanyaan no 1,Efek samping yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif. AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel.
BalasHapushai maliza..
BalasHapussaya akan mencoba menjawab pertanyaan no 4
menurut atikel yg saya baca menyatakan bahwa
MEKANISME KERJA
Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang menimbulkan rasa gatal, iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir (alias ingus). Antihistamin ini ada 3 jenis, yaitu Diphenhydramine, Brompheniramine, dan Chlorpheniramine. Yang paling sering ditemukan di obat bebas di Indonesia adalah golongan klorfeniramin (biasanya dalam bentuk klorfeniramin maleat).
Antihistamin menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat pelepasan histamin, produksi antibodi, atau reaksi antigen antibodi. Kebanyakan antihistamin memiliki sifat antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi, mata kering, dan penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi. Beberapa fenotiazin mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan prometazin).
saya ingin menjawab pertanyaan no 1: Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
BalasHapusPertanyaan no.1
BalasHapusAntagonis H1
Efek samping antagonis H1 generasi I yang paling sering terjadi adalah sedasi. Selain itu, gejala SSP lain dapat terjadi, seperti pusing, tinitus, lesu, insomnia, dan tremor. Efek samping lain yang biasanya terjadi berupa gangguan saluran cerna, seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri epigastrum, bahkan diare. Efek samping akibat efek muskarinik ini tidak terjadi pada antagonis H1 generasi II. Meskipun jarang, efek samping pada antagonis H1 generasi II dapat berupa torsades de pointes, yaitu terjadi perpanjangan interval QT. Hal ini biasanya terjadi karena gangguan obat, terutama terfenadin dan astemizol, dalam dosis takar lajak, adanya gangguan hepatik yang mengganggu sistem sitokrom P450, atau adanya interaksi dengan obat lain. Perpanjangan QT interval diduga terjadi karena obat-obat tersebut menghambat saluran K+. Selain itu, juga dapat terjadi dermatitis alergik karena penggunaan topikal. Pada keracunan akut antagonis H1 , dapat terjadi suatu sindrom beruapa adanya halusinogen, ataksia, tidak adanya koordinasi otot, dan kejang.
Daftar Pustaka
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
nmr 4 mnrt saya
BalasHapusAntihistamin menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat pelepasan histamin, produksi antibodi, atau reaksi antigen antibodi. Kebanyakan antihistamin memiliki sifat antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi, mata kering, dan penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi. Beberapa fenotiazin mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan prometazin).
saya akan menjawab pertanyaan no 1
BalasHapusEfek samping antagonis H1 generasi I yang paling sering terjadi adalah sedasi. Selain itu, gejala SSP lain dapat terjadi, seperti pusing, tinitus, lesu, insomnia, dan tremor. Efek samping lain yang biasanya terjadi berupa gangguan saluran cerna, seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri epigastrum, bahkan diare. Efek samping akibat efek muskarinik ini tidak terjadi pada antagonis H1 generasi II. Meskipun jarang, efek samping pada antagonis H1 generasi II dapat berupa torsades de pointes, yaitu terjadi perpanjangan interval QT. Hal ini biasanya terjadi karena gangguan obat, terutama terfenadin dan astemizol, dalam dosis takar lajak, adanya gangguan hepatik yang mengganggu sistem sitokrom P450, atau adanya interaksi dengan obat lain.
untuk jawaban nomor 1. menurut beberapa artikel yang saya baca histamin antagonis H1 memiliki efek samping sedasi selain itu jg gangguan saluran cerna, seperti hilangnya nafsu makan, mual, muntah, nyeri epigastrum, bahkan diare.
BalasHapussaya setuju dengan paparan maulidia, dimana efek sedasi ini adalah salah satu efek samping penggunaan yang tidak tepat
Hapusuntuk jawaban nomor 4. menurut artikel yang saya baca Antihistamin menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat pelepasan histamin, produksi antibodi, atau reaksi antigen antibodi. Kebanyakan antihistamin memiliki sifat antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi, mata kering, dan penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi. Beberapa fenotiazin mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan prometazin).
BalasHapus4. Histamin dapat menimbulkan efek bila berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, H3. Interaksi histamin dengan H₁menyebabkan kontraksi dengan otot polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskular dan meningkatkan sekresi mukus, yang dihubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel. Interaksi dengan resptor H₁juga menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga permeabel terhadap cairan dan plasma protein, yang menyebabkan sembab, pruritik, dermatitis dan urtikaria. Efek ini diblok oleh antagonis H1.
BalasHapusInterakasi histamin dengan reseptor H₂dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung disebabkan penurunan cGMP dalam sel dan peningkatan cAMP. Peningkatan seksresi asam lambung dapat menyebabkan tukak lambung. Efek ini diblok oleh antagonis H2.
Reseptor H₃ adalah reseptor histamin yang baru diketemukan pada tahun 1987 oleh Arrang dkk., terletak pada ujung saraf aringan otak dan jaringan perifer, yang mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi lain dan peradangan. Efek ini diblok oleh antagonis H3.
hai maliza saya akan membantu menjawab pertanyaan no 1, menurut beberapa sumber efek samping dari antagonis H1 yaitu pada generasi 1 yang sering terjadi yaitu sedasi; Gejala SSP lain: pusing, lesu, insomnia, tremor; Saluran cerna: hilangnya nafsu makan, mual-muntah, nyeri epigastrium dan diare; Efek muskarinik: kering mulut dan jalan nafas, retensi urin dan disuria, gangguan penglihatan. Generasi 2 dapat menyebabkan “TORSADES DE POINTES”, perpanjangan QT interval (terfenadin & aztemizol) mungkin dikarenakan dosis besar atau adanya gangguan hepatik
BalasHapusiya karena obat ini lipofil sehingga bisa mempengaruhi sistem saraf pusat, karena dapat menembus sawar otak
Hapussaya kan coba juga untuk menjawab pertanyaan nmor 4.
BalasHapusbagaimana mekanisme kerja antihistamin secara umum, dimana mekanisme kejanya yaitu melakukan kompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor histamin, sehingga dengan demikian akhirnya antihistamin yang dapat berikatan dengan reseptor dan mengakibatkan histamin tidak punya peluang untuk berikatan lagi dan akhirnya tidak menimbulkan reaksi alergi.
Benar yg dikatakan dimana antihistamin bekerja pada resepto H1 H2 H3 dan H4 secara kompetitif
Hapussaya akan menambahkan Reseptor H1
BalasHapusPaling banyak berperan dalam alergi namun bisa juga vasodilatasi dan bronkokonstriksi (asma)
Lokasi: Terdapat di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endotelial.
Reseptor H2
Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung
Cara kerjanya adalah dengan mengikat reseptor H2 pada membran sel parietal dan mencegah histamin menstimulasi sekresi asam lambung.
BalasHapusSaya akan mencoba menjawab pertanyaan nmr 4 mekanisme kerja antihistamin
Antihistamin bekerja dengan cara kompetisi dengan histamin untuk suatu reseptor yang spesifik pada permukaan sel. Hampir semua AH1 mempunyai kemampuan yang sama dalam memblok histamin. Pemilihan antihistamin terutama adalah berkenaan dengan efek sampingnya. Antihistamin juga lebih baik sebagai pengobatan profilaksis daripada untuk mengatasi serangan.
Mula kerja AH1 nonsedatif relatif lebih lambat; afinitas terhadap reseptor AH1 lebih kuat dan masa kerjanya lebih lama. Astemizol, loratadin dan setirizin merupakan preparat dengan masa kerja lama sehingga cukup diberi 1 kali sehari.
Beberapa jenis AH1 golongan baru dan ketotifen dapat menstabilkan sel mast sehingga dapat mencegah pelepasan histamin dan mediator kimia lainnya; juga ada yang menunjukkan penghambatan terhadap ekspresi molekul adhesi (ICAM-1) dan penghambatan adhesi antara eosinofil dan neutrofil pada sel endotel. Oleh karena dapat mencegah pelepasan mediator kimia dari sel mast, maka ketotifen dan beberapa jenis AH1 generasi baru dapat digunakan sebagai terapi profilaksis yang lebih kuat untuk reaksi alergi yang bersifat kronik.
Terimakasih
yap, benar sekali Bull, pada dasarnya mekanisme kerja dengan memblok reseptor spesifik.. Histamin dapat menimbulkan efek jika berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, dan H3. Interaksi histamin dengan reseptor H1 menyebabkan interaksi oto polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskular dan meningkatkan sekresi usus, yang dihubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel. Interaksi dengan reseptor H1 juga menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga permeable terhadap cairan dan plasma protein yang menyebabkan sembab, pruritik, dermatitis dan urtikaria. Efek ini di blok oleh antagonis-1. Interaksi histamin dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung di sebabkan penurunan cGMP dalam sel dan peningkatan cAMP. Peningkatan sekresi asam lambung dapat menyebabkan tukak lambung. Efek ini di blok oleh antagonis H2. Reseptor H3 adalah resptor histamin yabg baru di ketemukan pada tahun 1987 oleh arrange dan kawan-kawan, terletak pada ujung syaraf aringan otak dan jaringan perifer yang mengontrol sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi lain dan peradangan. Efek ini di blok antagonis H3.
Hapusefek samping umum yang bisa Anda rasakan dari AH1 seperti mengantuk, pusing, konstipasi, mulut kering, gangguan dalam berpikir, penglihatan buram dan sulit mengosongkan kandung kemih
BalasHapusEfek samping
BalasHapusMengantuk Antihistamin termasuk dalam golongan obat yang sangat aman pemakaiannya. Efek samping yang sering terjadi adalah rasa mengantuk dan gangguan kesadaran yang ringan (somnolen).
Efek antikolinergik Pada pasien yang sensitif atau kalau diberikan dalam dosis besar. Eksitasi, kegelisahan, mulut kering, palpitasi dan retensi urin dapat terjadi. Pada pasien dengan gangguan saraf pusat dapat terjadi kejang.
Diskrasia Meskipun efek samping ini jarang, tetapi kadang-kadang dapat menimbulkan diskrasia darah, panas dan neuropati.
Sensitisasi Pada pemakaian topikal sensitisasi dapat terjadi dan menimbulkan urtikaria, eksim dan petekie.
no 1. efek samping antagonis histamin H-1 yaitu ialah :nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare
BalasHapusefek samping ini akan berkurang bila H1 diberikan sewaktu makan.
Mekanisme Antihistamin yaitu bekerja dengan cara memblokir zat histamin yang diproduksi tubuh. Sebenarnya zat histamin berfungsi melawan virus atau bakteri yang masuk ke tubuh. Ketika histamin melakukan perlawanan, tubuh akan mengalami peradangan. Namun pada orang yang mengalami alergi, kinerja histamin menjadi kacau karena zat kimia ini tidak lagi bisa membedakan objek yang berbahaya dan objek yang tidak berbahaya bagi tubuh, misalnya debu, bulu binatang, atau makanan. Alhasil, tubuh tetap mengalami peradangan atau reaksi alergi ketika objek tidak berbahaya itu masuk ke tubuh.
BalasHapusefek samping AH1:
BalasHapusEfek perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau sangat sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya tidak menyebabkan kantuk, gangguan koordinasi atau efek lain pada SSP. AH1 juga efektif untuk mengobati mual dan muntah akibat peradangan labirin atau sebab lain.